RSS

RESEARCH JOURNAL
IDEALISME PLATO DALAM KARYANYA
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Dr.Widiastuti,M.Ag.


Oleh :

Rizki Ayu Oktaviani (1604016047)
Intania Dea Feblianita (1604016062)
Ferania Silvina Handayani (1604016082)



FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017


IDEALISME PLATO DALAM KARYANYA

“Perkiraan manusia tidak dapat menandingi perkiraan Tuhan”. Dalam buku the best of chinese life philosophies, di mana manusia hanya mampu menerawang realitas yang dilihatnya dalam pantulan cermin dengan sangkaan perspektif itulah hal yang dianggap suatu realitas yang sebernarnya tanpa adanya bentuk kritik atas realitas yang dihadapi. Hidup dalam konsep serba aturan dengan berkacamata kuda, tidak tahu apa yang ada di sekelilinya dan berpandangan selayaknya inilah yang mutlak realitas dengan keangkuhan metode ilmiah.
   Analogi Gua Plato yang paling termasyhur akan penunggu-penunggu gua yang termuat dalam dialog politeia, di mana Socrates berkata, bayangkanlah umat manusia hidup di dalam gua bawah tanah dengan jalan masuk lebar yang sangat terbuka untuk cahaya. Jauh di dalamnya terdapat orang-orang yang berhadapan dengan tembok gua, dengan leher dan kaki yang dirantai sehingga mereka tak mampu bergerak. Mereke tidak pernah melihat cahaya siang hari atau matahari di luar gua.Di belakang para tahanan itu ada api, dan diantara tahanan itu ada jalan dengan dinding rendah. Di sepanjang jalan itu orang-orang berjalan membawa berbagai macam benda, sehingga bayangan bendanya terproyeksikan di atas dinding tadi (patung manusia. Binatang, pohon).
   Sekedar pengenalan permasalahan di awal tadi, dalam tulisan ini akan membahas Dunia Ide dari pemikiran salah satu filosof yang paling tersohor serta dihormati yang dirujuk di antara filsuf-filsuf lainnya yaitu tidak lain dan tidak bukan beliau adalah Plato salah satu murid yang meneruskan gagasan pemikiran gurunya Sockrates. Plato (plateau) juga dapat berarti dataran tinggi, Plato (bahasa Yunani: Πλάτων) (lahir sekitar 427 SM – meninggal sekitar 347 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, penulis philosophical dialogues dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, “negeri”) yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan “ideal”. Dia juga menulis ‘Hukum’ dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua. Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis).
   Plato dengan sedemikian banyak karyanya adalah bukti kebesaran tokoh filsuf yang satu ini. Tetapi mengulang kembali yang saya kemukakan di atas, bahwa dalam pembahasan ini hanya akan ada salah satu karya beliau, yaitu ajaran tentang Ide-ide yang dimana ajaran tentang Ide-ide merupakan inti dan dasar seluruh filsafat Plato terhadap karya lain miliknya. Maka dari itu dunia Ide Plato akan sangat berpengaruh terhadap karya dari pemikiran-pemikiran lainnya. Sebelum melangkah lebih jauh akan dunia ide Plato terlebih dahulu perlu ditekankan bahwa Plato mempunyai maksud lain dari pada arti yang dimaksudkan orang modern dewasa ini dengan kata “IDE” .
   Modern seperti saat ini, suatu definisi akan sesuatu adalah sudah hal yang menjadi tabu lagi, maksudnya dewasa ini, pelbagai pendefinisian atau penafsiran adalah hal yang tidak terlu diperhatikan bahkan dipermasalahkan. Tapi dalam dunia “ide” Plato, pendefinisian akan “ide” itu adalah suatu hal yang dapat menimbulkan kekeliruan apabila tidak dipahamkan secara baik. Penafsiran dalam bahasa-bahasa modern kata “ide” berarti suatu gagasan atau tanggapan yang hanya terdapat di dalam pemikiran saja. Berhubung akan penafsiran seperti ini “ide” hanya akan merupakan sesuatu yang bersifat subjektif belaka. Berbalik halnya Plato, beliau menganggap bahwa dunia ide bukan semata-mata hal yang subjektif tetapi ide adalah suatu hal yang objektif. Ada suatu realitas dibalik realita yang bukan hanya dapat dikenal dengan indera, terlepas dari subjek yang berpikir, ide-ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita, ide-ide tidak tergantung pada pemikiran; justru sebaliknya, pemikiranlah yang tergantung pada ide dan ide adalah suatu hal yang berdisi sendiri.
Apakah “IDE” itu ?
   Disini penjelasan akan ide berawal dari dialog phaedo, yang berisi pemaparan paling awal tentang tori ide. Saya mengutip dari buku David Melling “Penjelajahan Pemikiran Plato” (hal:176) bahwa hasil dari pemikiran socrates tentang ide dapat diikhtisarkan sebagai berikut:
1. Kebenaran tidak dapat dicapai oleh panca indera: realitas dapat dipahami melalui proses penalaran intelektual.
2. Keadilan, Keindahan, Kebaikan (dsb.) semua mengada sebagai realitas yang tidak tercerap panca indera.
• Dunia pengalaman-indrawi mengandung keserupaan realitas (misalnya kesamaan itu sendiri) yang tidak memiliki perwujudan yang sempurna dalam dunia material.
1. Bila kita mengakui bahwa sesuatu dalam dunia pengalaman-indrawi itu menyerupai persamaan itu sendiri (atau jenis realitas lain yang ditetapkan dalam butir[c]) maka pengetahuan kita tentang Persamaan itu sendiri tidak berasal dari pengalaman-indrawi: kita mengingatnya kembali dari pengetahuan tentang Persamaan itu sendiri yang kita peroleh sebelum lahir.
2. Realitas seperti Keindahan itu Sendiri atau Persamaan itu Sendiri adalah abadi dan tidak berubah.
3. Realitas abadi tersebut adalah Bentuk atau Ide yang terjadi dalam dunia keserupaan indriawi dan dalam partisipasinya.
• Ide dan Bentuk itu dapat dipikirkan.
• Pengetahuan sejati adalah pengetahuan tentang Ide abadi.
1. Hanya Ide yang dapat memberikan penjelasan kausal yang memadai.
2. Entitas individual dapat berpartisipasi dalam berbagai Ide: Ide tempat entitas individual berpartisipasi secara niscaya menetapkan sifat esensialnya, pada ide tersebut entitas individual berpartisipasi pada waktu tertentu sebagai aksidensinya.
3. Hak individual tidak dapat berpartisipasi dalam Ide yang tidak sesuai dengan Ide tentang sifat esensialnya.
   Secara khusus. Sebagai contoh, tema bukti tentang pengetahuan bentuk yang abadi, secara implisit dapat ditemukan dalam teks Phaedo. Dalam beberapa dialog tersebut mulai memuat gagasan Plato mengenai idea atau bentuk, sesuatu yang terdapat di kawasan entitas, yang hanya bisa dicapai melalui nalar. Lebih lanjut Sokrates berargumen bahwa bernalar adalah kegiatan dari jiwa.
   Penjelasan mengenai ide-ide yang abadi erat kaitannya pula dengan teori mengenai reminiscentia (pengingatan kembali). Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa sebenarnya jiwa sebelum terpenjara di dalam tubuh, ia berada di suatu tempat di mana dia memandang ide-ide yang abadi. Artinya bahwa proses pengetahuan merupakan pengingatan kembali. Ide diingatkan kembali melalui proses reminiscentia. Mengingat kembali ide-ide yang dilihatnya sebelum terpenjara dalam tubuh.
Pengenalan Kembali(reminiscentia)
   Mengingat kembali itulah yang paling identik dalam dunia Ide Plato, yang beramsumsikan bahwa segala bentuk realitas belajar adalah pengulangan atau mengingat kembali pengetahuan yang telah diperoleh jiwa di dalam eksistensi sebelumnya. Teori ini bermula dari dialog Meno dengan Socrates yang dijadikan bahan eksperimen Plato untuk menerangkan teori reminiscentia. Dialog Meno tersebut yang diprakarsai Meno disaat beliau melontarkan pertanyaan yang sangat penting terhadap Socrates sebagaimana berikut :
Meno:
   Dan bagaimana Anda harus menyelidiki sesuatu, Socrates, bila Anda sama sekali tidak memiliki ide apa pun tentang sesuatu itu? ketidak tahuan macam apa yang agaknya akan Anda kemukakan sebagai objek penyelidikan Anda? Dan jika Anda cukup beruntung menemukan hal itu, bagaimana Anda akan mengetahuinya itu adalah sesuatu yang tidak diketahui? Mengadah atas pertanyaan Meno yang ditujukan pada socrates, saya berasumsikan bahwa apakah betul kita dapat menyelidiki sesuatu hal berdasar atas ketiadaan ide akan sesuatu hal itu? tetapi socrates dengan kedalaman pemikirannya sebaliknya menjawab.
Socrates:
   Mereka berpendapat bahwa jiwa manusia itu tidak mati: pada suatu saat hal itu akan berakhir, apa yang disebut kematian, pada saat yang lain jiwa harus dilahirkan kembali, tetapi jiwa tidak pernah binasa..dan seterusnya, karena jiwa tidak mengakui kematian dan terus dilahirkan kembali berulang kali, dan telah melihat semuanya, di sana, baik di dunia maupun di Hades, tidak ada sesuatu yang belum dipelajarinya. Maka, tidaklah mengherankan bahwa jiwa itu memiliki kemampuan untuk mengingat semua yang pernah diketahuinya tentang kebajikan dan sebagainya. Semua alam itu sama: jiwa telah mempelajari sagala sesuatu: maka, tidak ada alasan mengapa dengan mengingat satu hal – yang telah dipelajarinya, sebagaimana yang orang katakan – hal itu tidak dapat menjadikan-nya mampu menemukan segala sesuatu yang lain, asal saja penelitian yang dilakukan dengan cara yang pasti dan ulet. Penelitian dan belajar sepenuhnya merupakan ingatan.
   Hasil dari dialog diatas merupakan basic wacana Plato akan Pengingatan kembali di mana gurunya socrates memaparkan banyak pertanyaan pada Meno hingga memuncak pada kebingungan akan ketidak tahuannya tersebut, sehubung akan hal itu akan timbul dorongan dengan menyadari kekurannya dalam pengetahuan, dan ingin sekali untuk mengetahuinya. Mengutip kata Socrates bahwa : “anak itu (Meno) akan terdorong oleh penemuan atas ketidak tahuannya dan oleh kebingungannya untuk mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh” hingga secara garis besar dia akan paham dengan sendirinya dan menimbulkan jawaban atas relevansi ide yang dimilikinya sejak awal.
   Anggapan saya bahwa hasil kebingungan akan ketidak tahuannya akan suatu hal hanya bersumber dari ketidak sadaran akan ralitas, atau dewasa ini disebut berpikir kritis. Segala bentuk pembelajaran semata-mata hanya hasil mengingat kembali apa yang telah dialami jiwa, maka dari itu ketidak tahuan akan suatu hal hanyalah ketidak sanggupan dalam kontrol kesadaran sebagaimana yang dimaksud Plato. Tapi lantas apabila yang dimaksudkan Plato yang bersumber dari Socrates seperti yang di atas tersebut seperti itu, maka apakah pengetahuan kita bergantung kepada jiwa yang mengalami kelahiran berulang-ulang itu? jikalau ya! Apakah pencarian pengetahuan atau belajar hanyalah suatu hal yang sia-sia? serta pengetahuan yang kita miliki saat ini melainkan hanyalah sebuah eksistensi jiwa (ide) yang terbatas pada pengalaman jiwa itu sendiri. Serta bagaimana mengetahui kebenaran pengetahuan yang kita miliki itu bersumber dari eksistensi jiwa kita?
Teori Bentuk
   Pendewasaan dunia Ide Plato kearah terpuncaknya yaitu teori Bentuk. Berkata akan “bentuk” itu bukan kita kenal di modern ini yang hanya sebagai wujud yang ada secara kasat mata saja. Sebaliknya bentuk pada penjabaran Plato yang dimaksud ialah PIKIRAN. Lantas apakah pikiran mempunyai bentuk? Menurut Plato ya. Bentuk bagi Plato yaitu sebuah konsep atau sifat ideal dari bentuk material yang ada dalam pikiran, entitas yang berdiri sendiri, abadi, tak berubah dan objek intelektual dalam alam pikiran. Plato mencontohkannya pada seperti sebuah konsep tentang lingkaran, segitiga, kecantikan, keadilan, kebijakan, termasuk juga konsep yang membentuk kosa kata akan wujud, semisal rumah dan sebagainya.
   Bentuk atau Pikiran (forms and idea) adalah kualifikasi objektif dan bukan subjektif, bersifat universal, dan tak berubah yang dimaknakan konsep kita terhadap suatu hal seperti keadilan, kebijakan dan yang lainnya. Beliau kadangkala berbicara mengenai bentuk sebagai esensi, yang berarti bentuk menciptakan esensi atau memunculkan kualifikasi esensial dari benda tertentu. Kata Pikiran atau Bentuk merupakan penerjemahan kata ideai dari bahasa yunani, bagi Plato bukanlah sekedar diartikan pikiran dan bentuk entitas mental semata yang masuk ke dalam pikiran kita.
   Untuk lebih memahamkan teori bentuk saya mengambil contoh sebagai berikut. Semisal wujud kertas, kertas itu ada dengan kasat mata, tapi itu nyata hanya pada tingkatan dimana atas wujud kertas itu merupakan sebuah salinan realitas, peran pengganti atau perwakiran akan realitas abadi dan kebenaran bentuk. Point penting yang saya dapat dari teori Bentuk Plato adalah bahwa sumber pemikiran sejati dalam realitas ada dalam konsep ide seperti yang saya paparkan sebelumnya, yaitu pengetahuan sejati dapat diperoleh dengan bersyarat dua tahap:
(1) harus abadi, tak terbantah, dan tak bisa diubah; dan (2) harus mengenal hal yang nyata.
Pengantar Ajaran Negara Polis Ideal
   Plato dalam ajaran negara polis idealnya tidak terlepas dari Dunia Ide-nya. Perlu di ingat kembali bahwa Plato memperkenalkan Ide Keadilan dalam kitab Republic yang paling awal. Setelah bercengkrama sedikit dengan teori bentuk di atas. Pembahasan yang lebih lanjut kearah tingkat kegalauan Plato terhadap pola Pemerintahan Athena yang ada pada saat itu. Perlu diketahui pola pemerintahan di Yunani tepatnya Kota Athena sudah menjalankan system demokrasi saat itu.
   Ini ditegaskan dalam buku Petualangan Filsafat dari Socrates ke Sartre (4) dan Sejarah Filsafat Yunani (117) di dalamnya dijelaskan bahwa sebelum masa keemasan Plato sudah tercipta system pemerintahan demokrasi yang dipimpin oleh penguasa Pericles, yang bertahan sekitaran antara tahun 445-431 SM yang dikenal juga sebagai citra kesempurnaan dalam kehidupan peradaban manusia sekaligus kota sebagai teladan dan model pemerintahan saat itu terkecuali mungkin kota Yarussalem.
   Antara 445-431 SM merupakan tahun-tahun kedamain dan kemajuan. Yang dibawah pemerintahan Pericles, kota Athena dibangun begitu indahnya dengan banyaknya proyek pendirian gedung-gedung. Memperkuat gagasan ini bahwa pakar sejarah peradaban komparatif mengatakan bahwa tak ada kota yang begitu indahnya dihiasi dengan gedung-gedung public dan karya seni dengan gedung yang dihiasi pahatan dengan patung-patung ukiran melainkan itu adalah kota Yunani (Athena).
Ajaran Tentang Negara
   Melancong ke ajaran Negara Ideal menurut Plato sebaiknya mempersiapkan bekal terlebih dahulu. Disini saya akan menyajikan seorang tokoh filsuf yang dikenal didunia barat sebagai promotor penyaji filsafat yang mengfokuskan ajarannya kedalam dunia Sosial (humanis) sekaligus guru dari Plato yaitu beliau adalah Socrates. Sekedar pengingat bahwa gagasan Negara Ideal Plato beranjak dari teori bentuk Keadilan yang bersumber dari ajaran Etika Socrates. Terlepas dari apa yang ada di atas, saya beranggapan bahwa bukan filsafat namanya kalau tidak berpikir radikal. Analoginya bahwa untuk mengerti ajaran Negara Ideal Plato kita flashback sedikit mengenai teori Bentuk Plato. Ditekankan bahwa promotor awal tentang Negara Ideal itu adalah dari Bentuk Keadilan yang dipengaruhi besar Etika Socrates.
   Dimulai dari pengenalan etika Socrates saya akan menyajikan sedikit argument Socrates di mana beliau menyusun cerita tentang asal mula polis, bahwa: “Manusia secara perorangan adalah tidak memadai dalam dirinya sendiri; secara sendirian, mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Manusia berkumpul dalam komunitas, saling membantu untuk memuaskan kebutuhan. Mereka secara bebas saling membantu demi keuntungan bersama. Komunitas manusia yang menetap dan bekerja sama memenuhi kebutuhan mereka serta untuk meningkatkan kesejahteraan umum adalah yang kita sebut dengan polis”.
   Lebih lanjut lagi bahwa Socrates secara eksplisit mengatakan “Polis sejati bagi saya adalah seperti yang telah kita gambarkan, seperti seorang manusia dalam keadaan sehat-tetapi bila kau ingin kami mempelajari kota dalam keadaan tergesa-gesa, tiada sesuatu yang dapat menghentikan kami”. Penafsiran dari hal tersebut menjelaskan bahwa cerminan dari kehidupan sederhana Socrates, yaitu cita-cita moral dari kehidupan yang telah dimurnikan dan saleh.
   Mendasarkan atas argument sang guru, Plato berasumsi dasar untuk mewujudkan cita-cita moral Polis-Dasar, Komunitas Hemat. Coba bayangkan beliau mengandaikan suatu komunitas yang akan ia anggap sebagai filsuf sejati, suatu komunitas pria dan wanita yang telah terbebas dari ilusi yang meracuni kehidupan yang tidak dimurnikan dan tidak terdidik dan mencapai penglihatan kedalam alam rasionalitas. Apakah hal seperti ini dapat dijalankan, yaitu masyarakat polis impian Plato yang super Ideal, yang hanya akan memenuhi kebutuhan dasar jasmaniah dengan pola hidup hemat. ini hanyalah sebuah angan-angan Plato yang tak akan pernah terwujud, apalagi di zaman modern saat ini.
   Paparan yang ada di atas hanyalah bentuk pemikiran awal Negara Ideal Plato, jadi yang saya akan bahas lebih lanjut ialah bentuk pemikiran beliau yang sudah dewasa atas kajian tentang Negara Ideal yang dimaksud sesungguhnya. Penjabaran lebih lanjut akan ajarannya secara garis besar dan lebih terperinci ada dalam kitab dialog Politea. Secara ringkas saya tidak akan memaparkan secara terperinci melainkan hanya bentuk umum tentang ajaran Negara Ideal Plato yang diprakarsai juga dari kritikannya terhadap pemerintahan yang dinilai rusak pada saat itu.
   Mengingat kembali, bahwa disisi lain salah satu yang melatar belakangi ajaran negara ideal Plato adalah bentuk kritik terhadap pemerintahan yunani pada saat itu yang dinilai buruk dan rusak, dimana orang-orang Athena bangga atas diri mereka sebagai masyarakat kota yang bebas untuk mengatur dirinya sendiri, pelecehan terhadap hak asasi manusia, kesalahan penilaian yang serius dalam bidang politik dan militer, kesombongan nasionalistik, dan ketidakadilan yang suram. Berkaitan hal ini pula peristiwa tudingan fitnah sang guru yaitu Socrates yang dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun.
Politea
   Nama dialog ini berarti “tata polis” . Jikalau dibahasakan dalam bahasa Inggris, yaitu “The Republic” , tapi dengan modern ini, penggunaan kata “republic” tidaklah sesuai dengan apa yang dimaksudkan Plato. Maksudnya yang dimaksud republic bukanlah suatu negara yang konkret seperti saat ini, melainkan sebuah negara ideal. Dalam dialog politea ini sendiri berfokus pada tema “keadilan”. Lanjutnya pembahasan ini hasil jawaban atas bagaimanakah negara ideal harus disusun.
   Mengutip dari buku David Melling, diterangkan bahwa Solusi Plato terhadap persoalan tentang struktur Negara Ideal adalah pembagian warga negara ke dalam tiga kelas, yang masing-masing memiliki fungsi khususnya sendiri: Penguasa akan menyelenggarakan negara, prajurit Pasukan Asing (Warrior Auxiliaries) akan mendukung dan membantu Penguasa, sementara Kelas Ketiga, warga negara lainnya, akan menyediakan semua jenis barang dan jasa yang diperlukan untuk kehidupan yang beradab. Penguasa dan Pasukan Asing merupakan pelindung negara.
   Sekedar memberitahu bahwa apa yang dimaksud diawal tadi akan Polis-Dasar itu berbeda dengan Negara Ideal dalam dua hal pokok; [1]Kelas ketiga akan dimasukkan dalam golongan warga negara yang melaksanakan seluruh jenis keahlian yang diperlukan dalam Polis-Dasar dan di samping itu akan termasuk warga negara yang mengkhususkan diri dalam berbagai macam tugas yang tidak diperlukan dalam Polis-Dasar; Polis-Dasar tidak memiliki struktur politik atau pemerintahan, Negara ideal memiliki angkatan bersenjata dan kelas penguasa untuk menjaga dan menyelenggarakan negara.
   Sekedar memperinci pemaparan diatas bahwa Plato membagi tiga anggota kelompok dalam struktur negara ideal yaitu:
1. Golongan pertama adalah penjaga-penjaga atau filsuf-filsuf. Karena mereka mempunyai pengertian mengenai “yang baik”, kepemimpinan negara dipercayakan kepada mereka. 2. Golongan kedua adalah pembantu-pembantu atau prajurit-prajurit. Mereka ditugaskan menjamin keamanan negara dan mengawasi supaya para warga negara tunduk pada filsuf-filsuf. 3. Golongan ketiga terdiri dari petani-petani dan tukang-tukang yang menanggung kehidupan ekonomis bagi seluruh polis.
   Ketiga kelas tersebut berfungsi dalam Negara Ideal dalam arti tertentu, analog dengan tiga unsur dari fungsi kepribadian dalam seseorang. Dijelaskan bahwa kelas penguasa akan menjadi intelek bagi negara, prajurit-Pasukan Asing merupakan ungkapan keberaniandan semangat, Kelas Ketiga merupakan kekuatan nafsu. Dalam hal ini Plato menganalogikakan sebuah negara yang dibangun seperti struktur tubuh manusian yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut.
Politikos
   Lalu dalam buku kedua yang berjudul Politikos Plato mejelaskan bahwa harus ada yang sekelompok orang yang bekerja sebagai negarawan yang mengatur negara secara langsung. Para pengatur negara ini haruslah mempunyai keahlian untuk mengatur keahlian-keahlian yang ada dalam negara. Hal tersebut didapat karena pada akhirnya ia mendapatatkan bahwa tujuannya dalam politeia yang berisi tentang filsuf sejati sebagai seorang pemimpin dalam negara tidak mungkin terjadi karena jika negara berdasar pada satu orang saja akan timbul keinginan untuk berkuasa walaupun dalam politeia calon pemimpin sudah diasuh oleh negara tapi akan tetap muncul rasa ingin berkuasa secara sepenuhnya.
   Dalam pandangan yang ada saat ini, implementasi dalam dialog politicos itu ada dalam negara republic yang ada sekarang ini. Presiden tidak dapat sewenang-wenang dalam pengambilan keputusan sepihak tanpa ada campurtangan lembaga legislative. Alasan yang dilogikakan Plato yaitu bahwa apabila negara yang hanya berdasarkan satu orang (filsuf) yang membuat UU untuk setiap kesempatan konkret itu dianggap mustahil, jalan terbaik beliau menegaskan bahwa dalam negara dimana terdapat UUD, bentuk negara yang paling baik adalah monarki, dan bentuk negara yang kurang baik adalah aristokrasi sedangkan bentuk negara yang paling buruk adalah demokrasi.
   Lanjutnya, akan tetapi jika tidak ada UUD, harus dikatakan sebaliknya, bentuk negara yang paling buruk adalah monarki dan bentuk negara yang lebih baik adalah aristokrasi sedangkan bentuk negara yang paling baik adalah demokrasi. Maksudnya adalah bahwa dalam negara dimana tidak ada UU, sistem demokrasi setidaknya dapat mentolerir kekacauan, sebaliknya justru apabila menerapkan sistem monarki dalam kasus yang serupa hanya akan dapat menimbulkan kekacauan yang berkepanjangan.
Nomoi
   Tiga pelaku dalam memainkan peranan dalam dialog ini. Pertama ada seorang Kreta yang ditugaskan mendirikan polis baru di pulau Kreta; ia bersama temannya yang berasal dari Sparta. Lanjut pada yang ketiga mereka bertemu dengan seorang dari Athena yaitu Plato dan karena terpesona akan kepandainnya, mereka mengundang beliau untuk mengambil bagian dalam percakapanmereka sebagai “penasehat ahli”. Dialog selanjutnya menghasilkan UU untuk polis yang baru itu.
   Bentuk negara yang diusulkan dalam Nomoi merupakan semacam campuran demokrasi dengan monarki, tapi karena terlalu banyak pelanggaran dan sistem kebebasan yang terlalu terbuka, maka Nomoi mengusulkan sistem pemerintahan baru yaitu, pemilihan semua petugas dipilih oleh rakyat, tetapi ditambahkan syarat-syarat agar hanya orang-orang yang berintegritaslah dapat terpilih.
   Dalam nomoi sebenarnya Plato tidak menggambarkan negara yang ideal tapi ia lebih menggambarkan tentang undang-undang yang dapat diterima oleh yunani sekitaran abad pertengahan ke 4. Dan dalam nomoi Plato menggambarkan bahwa negara seharusnya berdasar pada pertanian bukan perniagaan karena itu akan menimbulkan sifat keserakahan dalam diri.
   Bertelaah yang berkelanjutan bahwa karya ini (Nomoi) sebagian besar diisi dengan UU. Mengutip dalam buku Sejarah Filsafat Yunani (152) ditegaskan Plato bahwa UU harus berlaku sebagai seorang bapa yang baik hati, bukan sebagai orang yang lalim. Oleh karenanya, hukum baru boleh memaksa setelah terlebih dahulu diusahakan untuk meyakinkan. [2] Plato mengikuti Prinsip ini dalam seluruh karyanya. [3]Setiap peraturan didahului oleh suatu keterangan yang menguraikan alasannya dengan maksud membujuk akal budi serta perasaan para warga negara. [4]lalu diberikan peraturan sendiri yang harus dirumuskan dengan singkat dan tepat.[5]akhirnya, disebut hukuman yang berlaku bagi pelanggaran UU bersangkutan.
   Demikianlah Plato dalam penerapan konsepnya akan tataan UU yang memperlihatkan bagaimana seorang legislator sebagai pembuat UU menggunakan metode ber-etika dengan penuh pertimbangan tanpa adanya keputusan sepihak dalam setiap kebijakan yang beliau berlakukan serta bukan dengan melakukan pemaksaan dari pihak pemerintah yang bersifat otoriter yang membuat rakyat sengsara dan terlepas mengesampingkan nilai-nilai humanis.
Penutup
   Filsuf Plato, yang telah mencapai penglihatan ke dalam dunia rasional abadi yang dari situ dunia material, indrawi tidak lain merupakan gambaran sementara, tidak melihat benda material sebagai pemuas kebutuhannya yang tertinggi. Berbagai kehidupan dasarnya untuk bertahan hidup akan tercukupi, sebagaimana mestinya, dengan bantuan benda material, makanan, sandang, dan tempat berteduh. Lantas apabila kebutuhan dasar untuk bertahan hidup itu terpenuhi, beliau tidak akan mempunyai alasan untuk memiliki materi yang berlebihan yang hanya memuaskan dirinya dengan kesenangan dan kenyamanan. Mengapa ia harus membuat dirinya merasa lebih nyaman di dunia benda material padahal ia tahu bahwa hal itu hanya merupakan tempat pengasingan sementara? Kebutuhan filsuf itu adalah mempertahankan dan secara terus-menerus memperbarui kesadarannya akan dunia rasional, yaitu dunia Bentuk (Forms).
   Demikianlah hidup dalam dunia ini menurut Plato, realitas eksistensi alam tidak datang dalam bentuk yang jelas dan konkret. Semua serba mengisyaratkan sesuatu, kadang-kadang kita tidak cukup informasi yang lengkap dengannya. Plato yang menggambarkan realitas yang absolute dengan berusaha mencapai pengetahuan yang sejati. Menurut Plato, orang harus berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang sebanyak-banyaknya tentang kenyataan dan ide-ide. Tetapi bersambung akan hal itu, Plato tidak menyuruh untuk lari dari dunia, tetapi hal yang sempurna tidak akan ada didapatkan di dunia. Dan bukan berarti tidak harus berfokus terahadap realitas yang ada di dunia ini. Tetapi usaha untuk memperoleh hal yang terbaik di dunia manusia haruslah dengan pendidikan. Pendidikan yang dimaksudkan bukan hanyalah persoalan akan pengetahuan saja dengan metode ilmiah, tapi bagaimana memadukan realitas kasat mata dengan menghadirkan substansi nilai wujud sepeti dalam Toeri Bentuk dan Ide Plato.


Referensi
Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bertens, K.1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. Kebung Beoang, Konrad. 1997. Plato jalan menuju pengetahuan yang benar. Yogyakarta: Kanisius. Lavine. 2002. Petualangan Filsafat Dari Socrates Ke Sartre. Yogyakarta:Jendela. Leman. 2007. The Best Of Chinese Life Philosophies. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Melling, David. 2002. Jejak Langkah Pemikiran Plato. Yogyakarta: Bentang Budaya.


                                                                                                                                                            Sumber : Jurnal oleh: Fitri Adi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

jika ada kekurangan dan salah kata mohon maaf. semoga bermanfaat