RSS

MAKALAH
F.D.E Schleiermacher
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Hermeneutika
Dosen Pengampu : Drs.Djurban, M.Ag.



Oleh :

Robby Ashari 1604016045)
Siti Ayu Febriani (1604016050 )
Azmil Ma’ruf (1604016054)



FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2017


PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
  2.    Dalam bidang filsafat, pentingnya hermeneutik tidak dapat ditekankan secara berlebihan. Sebab pada kenyataannya, keseluruhan filsafat adalah “interpretasi”,’pembahasan' seluruh isi alam semesta kedalam bahasa kebijaksanaan manusia. Jelaslah bahwa kembalinya minat terhadap hermeneutik terletak di dalam filsafat. Meskipun demikian, sebagaimana terdapat dalam kesusastraan, dalam filsafatpun tidak ada aturan baku untuk interpretasinya. Tentang Plato, misalnya, orang berintepretasi secara berbeda-beda dari zaman ke zaman.

      Hermeneutik menegaskan bahwa manusia autentik selalu dilihat dalam konteks ruang dan waktu dimana manuisa sendiri mengalami atau menghayatinya. Manusia autentik hanya bisa di mengerti atau dipahami dalam ruang dan waktu yang persis tepat dimana ia berada. Dengan kata lain, setiap individu dalam keadaan tersituasikan dan hanya benar-benar dapat dipahami dalam situasinya.

  3. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana riwayat hidup F.D.E Schleiermacher ?
    2. Bagaimana latar belakang pemikiran F.D.E Schleiermacher tentang hermeneutik ?
    3. Bagaimana pengaruh F. Ast dan F.A. Wolf terhadap pemikiran F.D.E Schleiermacher ?

PEMBAHASAN

  1. Riwayat hidup F.D.E Schleiermacher (1768-1834)

      Fredrich Ernst Daniel Schleiermacher dilahirkan di Breslau pada tanggal 21 November 1768 dari keluarga yang sangat taat dalam agama Protestan. Pada tahun 1783 ia mengikuti pendidikan menengah di Sekolah Moravian di Niesky. Alasan memasuki sekolah Moravian, selain mengikuti tradisi keluarganya, adalah karena dia termotivasi yang sangat kuat untuk mencari pengalaman iman yang mendalam dalam hidup kristen. Di sekolah Moravian itu, pelajaran bahasa Latin dan Yunani dijadikan sebagai dasar pendidikan humanistik, disamping pelajaran matematika, botani, dan bahasa inggris.

      Pada musim dingin tahun 1789-1790, setelah ia pindah ke Drossen, ia bersikap skeptik terhadap semua ajaran yang dipelajarinya. Namun karena desakan yang kuat dari ayah dan pamannya, pada tahun 1790 ia pindah ke Berlin untuk mengikuti ujian teologi di Di-rektorat Gereja Reformasi selama 6 hari. Dan hasilnya sangat memuaskan. Pada tahun 1796 ia diangkat menjadi pendeta di Rumah Sakit Charite di Berlin. Pada tahun 1803 ia muai mengajar etika dan teologi pastoral di Universitas Wurzburg. Kemudian ia masuk dalam kelompok dosen Lutheran di Universitas Halle dan menjadi pengkhotbah di universitas itu.

      Schleirmacher memiliki seorang sahabat yang bernama Steffens, ia adalah seorang ahli filsafat Alam Kodrat, yang merupakan faktor penting dalam pembentukan pandangan kefilsafatan Schleiermacher, yaitu filsafat kebudayaan tentang sejarah. Sistem kefilsafatan yang diajarkan oleh Schleiermacher terutama berkisar pada kuliah-kuliahnya tentang dialektika dan etika filsafati. Dalam bidang hermeneutik, Schleiermecher mempergunakan bidang ini terutama dalam diskusi-diskusi tentang filsafat dan teologi. Baginya hermeneutik adalah sebuah teori tentang penjabaran dan interpretasi teks-teks mengenai konsep-konsep tradisional kitab suci dan dogma.

      Schleiermacher menerapkan metode-metode philologi untuk membahas tulisan-tulisan biblis (tentang kitab suci Bible) dan menerapkan metode hermeneutik teologis untuk teks-teks yang tidak berhubungn dengan Injil (Bible). Penerapan metode philologi tersebut dimaksudkan, oleh Schleiermecher, untuk mencapai pemahaman yang tepat atas makna teks. Schleiermacher meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 12 Februari 1834 karena radang paru-paru. Kematiannya itu membuat seluruh warga civitas academica Universitas Berlin berduka cita sangat dalam karena kehilangan seorang tokoh besar dan salah satu pendiri universitas tersebut.

  2. Hermeneutik Simbol

    1. Noda, adalah bahwa disitu kejahatan dihayati sebagai sesuatu “pada dirinya” (in its self). Kejahatan dilihat sebagai sesuatu yang merugikan yang datang dari luar dengan cara magis menimpa serta mencemarkan manusia. Kejahatan disini masih merupakan suatu kejadian objektif. Jadi, berbuat jahat berarti melanggar suatu orde atau tata susunan yang harus tetap dipertahankanperlu dipulihkan kembali (Bertens, 2001, 263-264).
    2. Dosa, manusia melakukan kejahatan “dihadapan tuhan”. Berbuat jahat tidak lagi berarti melanggar sesuatu tata susunan yang magis dan anonym, melainkan ketidaktaatan terhadap tuhan yang telah mengadakan suatu perjanjian dengan manusia. Dosa merupakan ketidaksetiaan menusia terhdap tuhan yang setia (Bertens, 2001, 264).
    3. Kebersalahan (Guilt), cara penghayatan tentang kejahatan ini berkembang di Israel sesudah pengasingan di Babilonia selesai. Pada waktu itu kejahatan ditemukan sebagai kebersalahan pribadi symbol-simbol yang digunakan untuk mengungkapkan kebersalahan ini adalah terutama “beban” dan “kesusahan “yang menekan dan memberatkan hati nurani manusia. Dalam konteks kebersalahan kejahatan dihayati sebagai suatu penghianatan terhadap hakikat manusia yang sebenarnya bukan seperti dosa sebagai suatu pemberontakan terhadap tuhan. Kesempurnaan manusia tercapai dengan memenuhi peraturan-peraturan dan perintah-perintah tuhan secara seksama, tetapi dengan melanggar peraturan-peraturan dan perintah-perintah itu manusia itu tidak bersalah terhadap tuhan, melaikan terhadap manusia itu sendiri.( Bertens, 2001, 265-266)
  3. Latar belakang pemikiran tentang hermeneutik

      Walaupun ia hidup di abad yang telah silam, namun F.D.E. Schleiermacher cukup pantas untuk ditempatkan sebagai tokoh hermeneutiik yang berlaku saat ini. Ia membedakan hermeneutik dalm pengertian sebagai ‘ilmu atau seni’ memahami dengan hermeneutik yang didefinisikan sebagai studi tentang memahami itu sendiri (Richard E. Plmer, 1969:40).

      “Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu sama lain, maka berbicara hanya merupakan sisi luar dari berpikir, hermeneutik adalah bagian dari seni berpikir itu, dan oleh karenanya bersifat filosofis” (Schleiermacher, 1977:97).

      Penerapan hermeneutika sangatlah luas, yaitu dalam bidang teolgis, filosofis, linguistik maupun hukum. Pertama-tama buah pikiran kita mengerti, baru kemudian kita ucapkan. Inilah alasannya mengapa Schleiermacher menyatakan bahwa bicara kita berkembang seiring dengan buah pikiran kita. Yang dimaksudkan dengan Schleiermacher adalah bahwa ada jurang pemisah antara atau berfikir yang sifatnya internal dengan ucapan yang aktual. Setiap pembicara harus mempunyai waktu dan tempat, dan bahasa dimodifikasikan menurut kedua hal tersebut. Satu pernyataan tunggal dapat kita mengerti atau kita pahami dengan berbagai cara, tergantung pada tata bahasa dan keterlibatan pendengarnya. Sebuah contoh klasik dalam bahasa latin, yaitu kalimat yang di ucapkan oleh seorang dukun dari kota Delphi pada zaman Romawi, yang disampaikan kepada seorang jendral yang akan maju ke medan perang memimpin pasukannya. Pada saat berkonsultasi secara psikologis sang jendral Romawi sudah diliputi emosi berperang dia datang ke dukun tersebut hanya ingin mendapat nasihat yang dapat meneguhkan hatinya. Kalimat ynag di ucapkan dukun tersebut adalah Ibis redibis, numquam peribis in armis. Jika dalam memahami kalimat tersebut, sang jendral meletakkan koma sesudah kata redibis, sehingga tata bahasanya menunjukkan negasi numquam yang dikenakan pada kata peribis, maka kalimat itu akan dipahami sebagai berikut: “Engkau akan pergi dan engkau akan kembali, engkau tidak akan gugur dimedan perang.” Malangnya, sang jendral kalah dan ia gugur dalam peperangan. Anak buahnya segera pergi ke dukun tersebut dan memohon penjelasan dengan ancaman akan mengenakan denda uang kalau dukun terseubt tidak bersedia. Dengan cerdiknya sang dukun menjelaskan bahwa pada dasarnya maksud dari ucapnnya itu adalah : “ Engkau akan pergi dan engkau tidak akan pernah kembali, engkau akan gugur dalam pertempuran.” Ini dapat terjadi hanya dengan memindahkan koma sesudah kata numquam, sehingga kalimatnya menjadi : Ibis redibis numquam, peribis in armis.

      Seandainya ada rasio 1-1 antara pikiran dan ucapan kita, yaitu seandainya dimungkinkan pikiran kita dipantulkan secara tidak senada (tidak ekuivokal) dengan ucapan kita, maka mungkin ada salah ucap, jadi tidak perlu lagi ada hermeneutika. Akan tetapi karena tidak ada kesan (impresi) langsung dari pikiran ke ucapan kita, maka kemungkinan untuk salah ucap itu benar sekali. Bahkan saat kita meletakkan pause diantara kata-kata dalam kalimat seringkali kita mengalami kesenjangan jalan pikiran. Inilah bahaya yang sring kuta alami, yaitu kita sering membuat kesalahan linguistik.

  4. Hubungan Bahasa dan Hermeneutika

      Bahasa adalah hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia yang membantu menemukan dirinya dalam dunia yang terus berubah ini. Manusia menggunakan bahasa untuk sebuah tujuan dan arah yang hendak dicapai. Manusia yang memakai bahasa menyadari penggunaan bahasanya baik bahasa ibu maupun bahasa umum. Bahasa mengartikan sesuatu lewat kata-kata yang bisa dipahami dan dimengerti dengan baik. Manusia menangkap arti dan makna kata-kata dengan tepat sekalipun baru pertama kali dilakukannya. Manusia pun memiliki kemampuan untuk mencampurkan gaya-gaya bahasa yang berbeda satu sama lain.

      Bahasa berarti memahami. Menurut Gadamer , posisi sentral bahasa dalam hermeneutika ada yang dapat dipahami dengan bahasa. Pemahaman ini berarti mengerti peristiwa historis yang mengandalkan pemahaman yang mempertimbangkan aspek waktu, masa lalu, dan masa sekarang. Setiap bahasa mempunyai prioritas pada pemahaman. Pemahaman adalah suatu proses bahasa. Memahami berarti menginterpretasikan sesuatu. Manusia berusaha memahami objek dan membentuk pengertian-pengertian tertentu terhadap objek tersebut.

      Keberadaan hermeneutika dalam bahasa merupakan awal dari pemahaman. Hermeneutic sebagai suatu sistem baru muncul jauh setelah ia di praktekan dalam filologi dan studi-studi kitab suci. Teks-teks yang ada perlu ditafsir karena tidak jelas bila karya dibaca dan dipahami dalam waktu yang singkat untuk dapat memahami sebuah teks, sesorang hermeneutic atau penafsir selalu memahami realitas dengan titik tolak sekarang sesuai dengan data historis teks-teks suci tesebut. Selain itu, para penafsir kitab suci mencoba masuk dalam teks asli agar memahmai dengan sungguh-sungguh yang sesuai dengan tujuan dan maksud penulisannya. Jadi hermeneutika merupakan suatu yang universal buukan hanya sekedar metode dalam memahami sesuatu dalam pemahaman manusia.

  5. Pengaruh F. Ast dan F.A. Wolf

      Dalam uraiannya, Schleiermacher banyak dipengaruhi oleh para penasihatnya, seperti misalnya Fredrich Ast dan Fredirich August Wolf. Dari F. Ast Schleiermacher mendapati ide untuk mendapatkan isi sebuah karya dari dua sisi, yakni sisi luar dan sisi dalam. Aspek luar sebuah karya (teks) yaitu aspek tata bahasa dan kekhasan linguistiknya. Aspek dalam ialah ‘jiwa’ nya (Geist).

      “Filsafat adalah sebuah hermeneutic yang membaca makna yang tersembunyi didalam sebuah teks yang mengandung arti yang kelihatanya sudah jelas” (Ricoeur, 1974:22).

      Selain dipengaruhi oleh F.Ast, Schleiermacher juga di pengaruhi oleh F.A.Wolf . F.A.Wolf mendefinisikan hermeneutik sebagai seni menemukan makna sebuah teks. Menurut Wolf, juga ada tiga taraf atau jenis hermeneutik atau interpretasi, yaitu interpretasi gramatikal, historis dan retorik. Interpretasi gramatikal berhubunngan dengan bahasa; interpretasi historis dengan fakta waktu; sedang interpretasi retorik mengontrol kedua jenis interpretasi yang terdahulu. Wolf dilain pihak menyatakan bahwa ketiga hal itu sendiri tidak memadai jika dijadikan sebuah organom untuk ilmu. pengetahuan tentang hal-hal yang sudah lampau. Ketiga hal tersebut harus ditambah dengan kefasihan gaya dan seni yang mencakup juga hal-hal yang bersifat klasik.

    Inti Uraian tentang Hermeneutik

      Menurut Schleiermacher, ada dua tugas hermeneutik yang pada hakikatnya identik satu sama lain, yaitu interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologis. Bahasa gramatikal merupakan syarat berpikir setiap orang. Sedangkan aspek psikologis interpretasi memungkinkan seorang menangkap ‘setitik cahaya’ pribadi penulis. Oleh karenanya, untuk memahami pernyataan-pernyataan pembicara orang harus mampu memahami bahasanya sebaik memahami kejiwaanya. Ada beberapa taraf memahami, demikian juga dengan interpretasi. Taraf pertama ialah interpretasi dan pemahaman mekanis: pemahaman interpretasi dalam kehidupan kita sehari-hari, dijalan-jalan, bahkan di pasar, atau dimana saja orang berkumpul bersama untuk berbincang-bincang tentang topik umum. Taraf kedua ialah taraf ilmiah: dilakukan oleh universitas-universitas, dimana diharapkan adanya taraf pemahaman dan interpretasi yang lebih tinggi. Taraf kedua ini dasarnya adalah kekayaan pengalaman dan observasi. Taraf ketiga adalah taraf seni: disini tidak ada aturan yang mengikat atau membatasi imajinasi.

      Schleiermacher lebih menekankan seni pada interpretasi. Mungkin karena inilah Schleiermacher menyatakan bahwa “sebagai suatu seni, maka tidak ada hermeneutik yang bersifat umum; yang ada hanyalah macam-macam hermeneutik yang sudah dikhususkan (penggunaannya).” Pemahaman yang selalu dipasangkan dengan interpretasi tidak lain adalah seni, dalam arti bahwa seseorang tidak dapat meramalkan waktu dan cara seseorang mengerti. Schleiermacher mengatakan bahwa pikiran kita adalah sebuah proses yang “mengalir” dan bukan sekedar fakta yang serba komplet. Oleh karena itu kita memerlukan suatu ‘pandangan kedalam’ atau intuisi yang tidak membingungkan bila kita ingin memahami sesuatu teks.


    PENUTUP

    Kesimpulan

      Filsafat adalah sebuah hermeneutik yang membaca makna yang tersembunyi di dalam sebuah teks yang mengandung arti yang kelihatannya sudah jelas. Menurut F.D.E Schleiermacher tugas hermenutik adalah memahami teks sebaik atau lebih baik daripada pengarangnya sendiri, dan memahami pengarang teks lebih baik daripada memahami diri sendiri. Bahasa gramatikal merupakan syarat berpikir setiap orang. Sedangkan aspek psikologis interpretasi memungkinkan seorang menangkap ‘setitik cahaya’ pribadi penulis. Oleh karenanya, untuk memahami pernyataan-pernyataan pembicara orang harus mampu memahami bahasanya sebaik memahami kejiwaanya.


    Daftar Pustaka

    Sumaryono, E. Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1993.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS